Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Menteri Mendatang Diharapkan Tak Komersilkan Pendidikan

Selasa, 08 September 2009 | 17:18 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Pendidikan Nasional pada kabinet mendatang diharapkan tidak mengkomersilkan pendidikan dan memiliki wawasan kebangsaan. Koalisi Pendidikan berharap menteri memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai kebijakan pendidikan secara paripurna.

"Sekarang ini yang berlaku sistem dagang, sekolah sebagai korporasi," kata Bambang Wisudo, anggota Koalisi sekaligus Direktur Sekolah Tanpa Batas dalam diskusi "Evaluasi Kinerja Departemen Pendidikan Nasional", Selasa (8/9).

Sebelum Kabinet Indonesia Bersatu terbentuk, Koalisi berharap Departemen Pendidikan dipimpin oleh menteri yang cerdas dan bermisi, namun kenyataannya tidak. Biaya pendidikan dalam lima tahun terakhir naik drastis tetapi tidak seiring dengan kualitas pelayanan. Pendidikan merupakan hak, tak seharusnya menggunakan sistem korporasi.

Mutu pendidikan stagnan, bahkan mundur, sementara biayanya semakin besar. Masyarakat terbebani oleh biaya pendidikan yang tinggi akibat sistem yang tunggal terpusat.

Padahal, pendidikan seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan anak yang berbeda-beda di setiap daerah. Karena tidak ada kesesuaian, murid hanya sekedar lulus, tetapi tidak bisa menerapkannya dalam pembangunan daerahnya. "Tidak ada peningkatan kecerdasan untuk hidup," kata Bambang.

Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat menambahkan, sekolah merupakan tempat pelayanan pendidikan. Tak seharusnya sekolah dikomersilkan sehingga menjadi komoditas. "Sekolah bukan warung, tapi tempat pelayanan," katanya.

Ia menambakan soal guru, seharusnya pemerintah menyediakan guru yang berkualitas dan layak mengajar. Guru layak pun membutuhkan kesejahteraan layak. Selama ini pemerintah lebih mengutamakan sertifikasi guru yang tak ada hubungannya dengan peningkatan kualitas. "Sertifikasi tidak ada hubungannya dengan mutu," katanya.

Lody juga mengkritik maraknya sekolah standar internasional sehingga sekolah diperbolehkan memungut bayaran lebih tinggi. Orang tua dibebani biaya dan sehingga pemerintah dapat lepas tanggung jawab.

Koordinator Pelayanan Publik Indonesia Coruption Watch Ade Irawan mengatakan reformasi pendidikan harus didahului reformasi internal Departemen Pendidikan sehingga menghasilkan kebijakan yang akuntabel. Selama ini dalam hal anggaran misalnya, alokasi pendidikan 20 persen yang diamanatkan konstitusi hanya disiasati. "Padahal capaian program tergantung dukungan anggaran," katanya.

Kalaupun ada kenaikan anggaran, korelasinya sangat sedikit dengan peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Konsekuensinya, biaya pendidikan ditanggung oleh publik. Adapun dana BOS, masih jauh dari kebutuhan murid. Alokasi dana BOS 2009 untuk SD sebesar Rp 400 ribu per murid setiap tahunnya, sedangkan yang dibutuhkan Rp 1,8 juta per murid setiap tahun.

AQIDA SWAMURTI

http://www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan/2009/09/08/brk,20090908-196946,id.html
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts