Thursday, 29 October 2009 11:40
MANADO- Krisis listrik belum berakhir. Malah pemadaman bergilir makin parah menyusul hingga kini, pihak PLN belum mampu mengatasinya. .
“Krisis listrik belum teratasi. Makanya, kami berharap masyarakat mau mengerti keadaan ini, dengan membantu lewat upaya untuk menghemat pemakaian listrik,” kata General Manager PLN Suluttenggo, Dadan Koerniadipoera, di sela-sela syukuran HLN, di Lapangan Tennis Indoor PLN Suluttenggo, Selasa (27/10).
PLN Suluttenggo kelimpungan melayani keluhan, bahkan cercaan masyarakat, akibat pemadaman listrik yang makin meluas. Kondisi krisis listrik di Sulut makin parah, dibandingkan dengan pemadaman saat bulan Puasa lalu.
Posisi Rabu (28/10) kemarin, kekurangan daya mencapai 54,35 mega Watt (MW). Beban puncak tercatat mencapai 157,5 MW sedangkan daya mampu pembangkit hanya 102,15 MW. Waktu bulan Puasa lalu yang defisit daya ‘hanya’ 27 MW. “Mesin pembangkit banyak yang mengalami gangguan,” kata Dadan.
Manajer Area Pengatur dan Penyalur Beban (AP2B) PLN Suluttenggo, Herman Masola menjelaskan, pemadaman yang sudah dikategorikan black out (padam total) beberapa hari belakangan ini, karena pembangkit ‘besar’ seperti PLTA dan PLTP Lahendong seringkali gangguan. “Kalau PLTA sejak musim kemarau, Juni lalu, sudah kehilangan lebih dari setengah kapasitasnya,” kata Masola. Dari kapasitas 42 MW saat ini tinggal 11,5 MW.
Begitu juga PLTP Lahendong sebanyak 3 unit (pembangkit paling besar di Sulut) yang berdaya mampu 48,5 MW—seharusnya 60 MW, kemarin tinggal mampu menghasilkan daya 24,2 MW. Penyebabnya, unit 1 (20 MW) masih dalam perbaikan dan unit 3 hanya bisa menghasilkan 10 MW dari yang seharusnya 20 MW. “Pipa uap untuk unit 3 belum maksimal. Harus diganti dulu baru bisa full menghasilkan 20 MW,” ujar Masola. “Unit 1 belum bisa jalan karena masih menunggu alat panel kontrol dari PLTP Dieng, Jawa Tengah,” tambah Masola.
Pada Sabtu (24/10) pekan lalu masyarakat dikagetkan dengan padamnya listrik secara tiba-tiba, dengan cakupan yang sangat luas. “Tiba-tiba saja pagi-pagi Manado mati lampu. Sampai tengah malam belum menyala,” kata Tresy, warga Malalayang. “Lampu mati sangat lama. Kalaupun menyala, paling tinggi hanya dua jam, lalu mati lagi,” timpal Rio, warga Wanea.
Soal kejadian ‘black out’ itu, Masola mengungkapkan, lantaran PLTP Lahendong padam total. Hal ini disebab steam atau uap yang dihasilkan Pertamina Geothermal Lahendong mengandung banyak air. Kondisi ini menghentikan operasi Lahendong unit 1 dan unit 2. “Sudah tertangani. Tapi unit 1 masih gangguan di card panel control, makanya belum jalan. Paling lambat awal minggu depan sudah normal,” ucap Masola.
Sementara itu soal ada anggapan bahwa pemadaman listrik ini karena kebocoran pipa uap Gheotermal Lahendong, dibantah
Kepala Pengawas Utama Hubungan Masyarakat (Hubmas) Pertamina Gheotermal, Arpi Anwar. “Nggak ada pipa yang bocor. Kalau ada gangguan listrik itu di PLN, Gheotermal gak ada masalah,” ungkap Anwar ketika dihubungi koran ini via ponselnya Rabu (28/10). Namun dia mengakui beberapa
waktu lalu (Sabtu, 24/10) sempat ada gangguan di pipa. “Beberapa waktu lalu memang sempat ada masalah di unit 2 dan 3 tapi saat ini sudah kembali normal. Kalau saat ini ada kebocoran tentu kita akan segera ketahui tapi tadi kita memantau tidak ada,” imbuh Anwar. Saat ini, kata Anwar, pihaknya juga masih menungga pipa stainless steel untuk mengganti pipa uap untuk unit 3.
Masola menambahkan, karena PLTP yang merupakan tumpuan, dan PLTD Bitung sudah dipaksakan beroperasi terus, maka implikasinya sering gangguan. “PLTP Lahendong dan PLTD Bitung sudah dipaksakan saat PLTA tidak optimal, makanya gampang sekali gangguan. Kami terpaksa harus memaksakan mesin-mesin itu bekerja karena untuk melayani pelanggan,” kata Masola.
Sebagai antisipasi agar pemadaman tidak terlalu besar dan meluas, maka seluruh PLTA: Tonsea Lama, Tanggari I dan Tanggari II dioperasikan 24 jam, tapi hanya dengan kapasitas 11,5 MW. Padahal, saat Lahendong normal, PLTA hanya dijalankan 6 jam (saat beban puncak) dengan daya 24 MW. PLTD Bitung juga hanya bisa hasilkan 15 MW.
PLN juga terpaksa menjalankan seluruh PLTD sewa, di Bitung, Manado, Lopana, dan Kotamobagu karena menjaga ketersediaan daya listrik. “Padahal PLTD rawan rusak kalau dipaksakan. Tapi menjaga agar masyarakat tetap menikmati listrik, kami harus menempuh langkah ini. Ini sangat emergency,” tambah Masola.
Soal situasi yang tidak menyamankan ini, Dadan Koerniadipoera berharap masyarakat memahaminya. “Sebagai manusia, kami tidak sempurna 100 persen. Tidak ada niat sedikitpun membiarkan kondisi seperti ini. Kami sudah berusaha menjaga kontinuitas persediaan listrik, tapi gangguan-gangguan yang terjadi di luar kemampuan kami,” kata Dadan.(irz/lyw)
http://www.mdopost.com/
Post a Comment