Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Mengatasi Krisis Listrik

Sabtu, 31 Oktober 2009 | 01:15 WIB

Program kerja 100 hari kabinet untuk mengatasi persoalan listrik perlu segera dilaksanakan. Jika tidak, krisis listrik di berbagai daerah akhir-akhir ini bakal memukul industri nasional dan ekonomi rakyat.

Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Lihatlah besarnya kerugian di wilayah Jakarta dan sekitarnya akibat kerusakan gardu induk PLN di Cawang, Jakarta Timur, pada akhir September lalu. Pasokan listrik ke sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Banten terganggu. Ditaksir, kerugian industri mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian ini akan terus membengkak karena gardu Cawang diperkirakan baru normal pada Desember mendatang.

Defisit pasokan listrik juga melanda sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya di luar Jawa. Pemadaman tiga kali sehari masih jadi makanan sehari-hari hingga kini.

Pengusaha menyiasati kekurangan pasokan listrik dengan penggunaan genset. Tapi hasilnya tak optimal. Masa pengoperasian genset yang tak bisa sehari penuh menyebabkan enam jam produksi hilang. Kualitas listrik yang dihasilkan pun tidak maksimal. Akibatnya, kapasitas pabrik hanya terpakai sepertiga dari kondisi normal. Padahal biaya produksi membengkak. Konsumen rumah tangga pun dirugikan karena mengalami pemadaman listrik bergilir.

Dipimpin Wakil Presiden Boediono, sejumlah menteri bidang perekonomian membahas persoalan itu, pekan lalu. Masalah listrik dikhawatirkan bakal merongrong target pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun. Tapi belum tergambar jelas terobosan penting apa yang bakal dilakukan untuk memecahkan problem kronis ini.

Pemerintah bukannya tak paham peta persoalannya. Dalam rencana umum ketenagalistrikan 2005-2025, tergambar bahwa defisit listrik adalah sebuah keniscayaan. Pertumbuhan konsumsi listrik mencapai sekitar 7 persen per tahun, sedangkan peningkatan pasokan listrik hanya kurang dari 4 persen. Cadangan listrik pun jauh dari memadai. Dari kebutuhan cadangan 30 persen, yang kini tersedia cuma 20 persen. Dengan kondisi ini, sudah pasti PLN kewalahan memenuhi permintaan listrik.

Solusinya dalam jangka pendek, upaya penghematan untuk menekan konsumsi listrik perlu digalakkan. Di antaranya, mencabut subsidi listrik untuk sektor-sektor yang tidak perlu, seperti perumahan mewah, hotel, dan pusat belanja. Lewat cara ini, dana hasil penghematan pun bisa dialokasikan untuk menggenjot percepatan pembangunan pembangkit listrik yang terbengkalai gara-gara krisis ekonomi satu dekade silam.

Cara lain yang perlu segera diupayakan adalah merangsang sektor swasta ikut membiayai pembangunan pembangkit. Pemerintah dan PLN tak mungkin kuat menanggung beban investasi itu sendirian. PLN pun dituntut mengoptimalkan perawatan pembangkit yang ada. Agar semua terwujud, yang kini dibutuhkan adalah perincian program yang konkret dan bisa dilaksanakan. Bukan sekadar konsep di atas kertas.

http://www.tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2009/10/31/krn.20091031.180684.id.html
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts