Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Sekolah Dminta Tetap Siapkan Murid untuk Hadapi Unas 2010

Jum'at, 27 November 2009

DPR Desak Pemerintah Segera Tentukan Siap

JAKARTA - Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang meminta pemerintah meninjau kembali pelaksanaan unas (ujian nasional) memunculkan pertanyaan apakah unas tahun depan (2010) tetap dilaksanakan atau dibatalkan. Menanggapi hal ini, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menegaskan, sebaiknya sekolah tetap menyiapkan murid-muridnya untuk menghadapi Unas 2010.

''Selama keputusan akhir belum ada, persiapan unas berlangsung apa adanya. Sekolah tetap mempersiapkan siswanya. Perkara nanti, kurang sehari pelaksanaan unas, kemudian harus dihentikan karena keputusannya demikian, ya akan kita patuhi,'' katanya.

Kepada wartawan kemarin, Nuh kembali menegaskan sikap pemerintah yang tetap menghormati keputusan MA. ''Tapi, sampai sekarang saja saya belum melihat dan membaca bunyi putusan itu,'' ujarnya ketika jumpa pers di Depdiknas kemarin sore (26/11).

Seperti diberitakan, MA memutuskan menolak kasasi perkara unas yang diajukan pemerintah melalui info perkara bernomor register 2596 K/PDT/2008. Perkara gugatan warga negara atau citizen law suit yang diajukan Kristiono tersebut diputus pada 14 September lalu.

Majelis hakim memutuskan mengabulkan gugatan subsider para penggugat dan menyatakan bahwa tergugat presiden RI, wakil presiden RI, Mendiknas, dan ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap para warga yang menjadi korban unas. Khususnya, hak atas pendidikan dan hak-hak anak.

Putusan itu juga meminta tergugat meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan unas lebih lanjut. Para tergugat juga diperintahkan meninjau kembali sistem pendidikan nasional. Selain itu, majelis hakim menghukum para tergugat membayar biaya perkara Rp 374.000.

Putusan kasasi itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah.

"Kami sepenuhnya patuh terhadap keputusan lembaga negara dan siap menjalankannya. Demikian juga jika ada jalur hukum lain setelah kasasi ditolak. Sebab, menurut para ahli hukum, masih ada langkah untuk mengajukan PK (peninjauan kembali),'' tandas Nuh. Karena itu, saat ini Depdiknas berancang-ancang mengajukan PK dan menunggu hasil akhir keputusan tersebut.

Nuh menjelaskan, pemerintah mencoba memahami putusaan kasasi yang dikeluarkan MA terkait keputusan pengadilan tinggi (PT) pada 3 Mei 2007 lalu itu. Ada enam poin keputusan itu. Namun, kata Nuh, tak satu pun dari poin tersebut yang menyebut larangan digelarnya unas. "Kalau melihat keputusan itu (di tingkat PT), tidak ada satu kata pun yang menyatakan tentang dilarangnya pemerintah melaksanakan unas,'' jelas Nuh.

Yang ada, kata Nuh, pemerintah diminta meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, dan akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan unas. ''Juga meminta tergugat mengambil langkah-langkah konkret dalam mengatasi gangguan psikologi dan mental peserta didik akibat unas,'' ujarnya.

Terkait perintah itu, Nuh menjelaskan, Depdiknas telah melakukan berbagai peningkatan kualitas guru. ''Dalam waktu tiga tahun ini ya pasti ada peningkatan. Seperti, sertifikasi dan pemberian kesejahteraan guru,'' tuturnya.

Demikian pula perbaikan sarana dan prasarana sekolah. ''Kalau berbicara tentang kualitas, tidak pernah selesai. Kalau guru sudah S-1 semua, akan ada tuntutan harus S-2. Jadi, nggak pernah selesai. Karena itu, peningkatan kualitas guru terus dilakukan,'' ungkapnya.

Terkait pemulihan psikologi peserta didik, kata Nuh, pihaknya telah mengeluarkan Permendiknas No 75/2009 tentang ujian nasional yang mengatur adanya ujian ulang. ''Artinya, ini memberikan kesempatan pada siswa yang tidak lulus untuk ikut ujian lagi dan mendapat ijazah formal. Kalau dulu, hanya bisa ikut ujian kesetaraan,'' jelasnya.

Nuh menambahkan, menyusul keputusan tersebut Depdiknas bakal melakukan perubahan terkait pelaksanaan unas 2010. ''Perubahan itu bukan karena adanya keputusan MA. Tapi, bagian dari upaya perbaikan yang selama ini dikeluhkan masyarakat,'' ujar mantan rektor ITS itu. Hal itu terutama menyangkut perbaikan pelaksanaan ujian tersebut.

Nuh menegaskan, unas bukan satu-satunya penentu kelulusan. "Tetap yang menentukan kelulusan adalah sekolah atau guru. Artinya, jika ada peserta didik yang memperoleh nilai 10, tapi menurut gurunya peserta didik itu tidak lulus, dia tidak lulus," katanya. Hasil unas, kata Nuh, digunakan antara lain untuk pemetaan mutu satuan pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, indikator pemberian bantuan kepada sekolah, dan penentu kelulusan peserta didik.

Reaksi Komisi X DPR

Komisi X DPR RI merekomendasikan agar BSNP mengkaji putusan MA sambil menunggu kebijakan resmi dari Mendiknas. Permintaan tersebut muncul saat raker dengan BSNP.

Sebenarnya, raker Komisi X dengan BSNP itu membahas semua standardisasi pendidikan yang disusun BSNP. Namun, perhatian hampir semua anggota komisi yang membidani pendidikan, kesenian, pariwisata, dan kebudayaan itu tertuju terhadap keputusan MA soal unas.

Kritik tajam terhadap pelaksanaan unas dilontarkan sejumlah artis yang duduk di Komisi X. Tubagus Dedi Gumelar alias Miing mengatakan, pemerintah dinilai telah melanggar UU No 20/2003 tentang Sisdiknas. Sebab, UU itu menyebutkan, evaluasi terhadap peserta didik dilakukan sekolah. Namun, PP 19/2005 tentang standardisasi nasional pendidikan menyebut, evaluasi siswa salah satunya dilakukan melalui unas. ''Ini kan ada kontradiksi antara UU dan PP,'' cetusnya.

Apalagi, kata Miing, dari 8 standar nasional pendidikan (SNP) yang harus disusun BSNP, baru empat standar pendidikan yang selesai disusun. ''Kalau BSNP sudah menyelesaikan semua standardisasi tersebut, baru melaksanakan unas,'' terang politikus FPDIP itu. Zul Fadhli dari Partai Golkar mengatakan, pro dan kontra unas tidak bakal selesai dibahas. Dia hanya mempersoalkan unas sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa. Menurut dia, kebijakan itu mencederai prinsip keadilan peserta didik. ''Karena tak semua sekolah memiliki kualitas pendidikan yang sama,'' jelasnya.

Ketua BSNP Djemari Mardapi mengakui, dari delapan standar pendidikan yang disusun BSNP, standar kelulusan (pelaksanaan unas) merupakan persoalan paling berat yang harus diemban BSNP. Setiap tahun unas selalu menjadi perdebatan. Berbagai persoalan, terutama kecurangan dalam penyelenggaran ujian, juga tak semakin reda. ''Karena itu, kami gandeng PTN. Apalagi, tahun depan (2010) penyelenggara unas SMA adalah PTN. Ini karena hasilnya diintegrasikan dengan seleksi masuk PTN,'' terangnya.

Perbaikan ujian tersebut juga terus dilakukan. Terutama, memberikan kesempatan ujian ulang kepada siswa yang tidak lulus.

Ihwal putusan MA, kata Djemari, pihaknya berjanji mengkajinya secara mendalam bersama Depdiknas. ''Namun, bukan kewenangan kami untuk memutuskan apa pun yang berkaitan dengan keputusan tersebut. Hal itu kewenangan Mendiknas,'' ujarnya. BSNP, kata Djemari, hanya mengkaji substansi pelaksanaan unas. (kit/kum)

http://www.jawapos.com/
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts