Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Empat Rumah Sakit Tolak Bayi Penderita Tumor

Selasa, 29-12-09 | 20:11

MAKASSAR -- Di usianya yang baru tiga bulan, Nuazizah sudah harus menanggung beban berat. Bayi perempuan ini divonis mengidap tumor ganas. Tumor membuat muka Nuazizah membengkak dan memerah. Isak tangis Nuazizah tidak pernah berhenti.

Ironisnya, upaya untuk lepas dari jeratan tumor itu mengalami banyak hambatan. Empat rumah sakit menolaknya dengan alasan yang bersangkutan tidak ada biaya.

"Saya dipingpong kiri kanan di empat rumah sakit. Namun, semua menolak memberikan perawatan. Saya sadar bahwa memang tidak punya uang untuk menolong anak saya," ujar ibu Nuazizah, Hasna, di rumahnya, Senin, 28 Desember.

Nurazizah, anak kedua dari pasangan Hasnah dan Iwan. Ia dilahirkan di sebuah bangunan yang layak disebut gubuk di tengah rawa-rawa di belakang Minasa Upa Blok A10, Rappocini. Untuk menjangkau rumahnya, harus melewati pondasi pembatas lahan yang tergenang air hingga di atas lutut orang dewasa.

Berselang tiga hari setelah kelahirannya, bintik-bintik merah di pipi kanan mulai tampak. Awalnya, tidak begitu dihiraukan Hasnah. Namun jelang sepekan bintik merah itu mulai banyak dan menyatu membentuk gelembung-belembung merah.

Melihat kondisi itu, ia langsung memeriksanya ke Puskesmas Minasa Upa yang hanya berjakar sekira 500 meter dari rumahnya. Pihak puskesmas pun merujuk korban ke Rumah Sakit Labuangbaji.

Berbekal kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Hasnah berangkat ke rumah sakit. Di loket pendaftaran ia diminta menuju ke ruang bedah sentral. "Di ruang itu saya diminta uang senilai Rp 75 juta. Katanya nanti setelah bayar baru bisa operasi," cerita Hasnah.

Harga super mahal bagi ukuran Hasna yang suaminya hanyalah pengayuh becak. Untuk makan sehari-hari saja, tentangga rumahnya bernama Bulan, yang selalu menanggulangi.

Solusi pihak RS Labuangbaji, merujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo. Di rumah sakit milik pemerintah ini Hasnah dimintai Rp 10 juta. Ia pun kembali tanpa bisa berharap apa-apa. Namun ia masih terus berharap.

Dua rumah sakit, RS Dadi dan RS Haji menjadi peruntungan selanjutnya. Di tempat ini, Hasnah tidak dimintai uang plus tanpa mendapat pelayanan. "Saya hanya disuruh pulang karena dari awal dikatakan tidak ada sama sekali uang untuk biaya," imbuh Hasnah.

Kian hari, tumor yang menggerogoti muka Nurazizah kian besar. Hingga tiba bulan berlalu, tumor itu terus menyebar. Puncaknya, saat mata bayi itu mulai mengeluarkan darah.

Lantaran tidak tahan dengan kondisi anaknya itu, kemarin, Hasnah nekat kembali mendatangi RS Labuangbaji. Kali ini, Hasnah mengaku akan melakukan apa saja demi pertolongan kepada anaknya.

Wakil Direktur RS Labuangbaji, Dokter Nani Dya Laksmiwati, yang menemui Hasnah dan anaknya menepis jika pihak rumah sakit menolak untuk perawatan. Ia mengaku pihak rumah sakit tidak mempunyai ketersediaan peralatan untuk memberikan tindakan operasi. "Kami akan mengawal kondisi pasien dan meminta rujukan pengobatan untuk diperbaharui kembali," ujar Nani. (rah)

http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=77376
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts