Anwar Khumaini - detikNews
Kamis, 04/06/2009 10:28 WIB
Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) angkat bicara soal Prita Mulyasari (32) yang saat ini menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik RS Omni International. Menurut Menkes, kasus ini sebenarnya tidak akan terjadi jika pihak rumah sakit memberikan hasil tes trombosit Prita.
"Etiknya, seorang pasien punya hak untuk bertanya dan mempunyai hak untuk dijawab oleh dokter. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui hasil pemeriksaannya dan tindakan apa yang dilakukan oleh dokter," ujar Siti Fadillah Supari dalam perbincangan dengan detikcom via telepon, Kamis (4/6/2009).
Berikut hasil wawancara lengkap detikcom dengan ahli jantung itu:
Bagaimana soal permintaan Prita pada hasil lab trombosit 27.000 di RS Omni International?
"Selama ini UU-nya belum ada. Tapi ada etiknya, artinya bahwa seseorang pasien punya hak untuk bertanya dan mempunyai hak untuk dijawab oleh dokter. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui hasil pemeriksaannya, dan tindakan apa yang dilakukan oleh dokter, itu etik. Tetapi belum ada UU yang mengatur. Saya sedang bikin UU yang cukup lengkap untuk melindungi hak-hak pasien dan dokter, maupun rumah sakit.
Sekarang perkembangan RUU tersebut bagaimana?
Sekarang sedang digodok di DPR. Mudah-mudahan akhir 2009, RUU Perumahsakitan bisa segera disahkan oleh DPR. Ini untuk menjaga hak pasien. Pasien punya hak. Tapi pada suatu saat jika pasien punya keluhan seharusnya ada jalurnya, dengan MKKI (Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia), apa ke polisilah. Pengaduan itu kan bukan ke detikcom. Tetapi ke jalur yang betul, kalau ada yang tidak terima.
Tindakan RS Omni apa bisa dikatakan malpraktek?
Apa malpraktek atau tidak, saya belum bisa jawab. Jadi harus didorong, DPR tolong dong itu lindungi hak pasien dan dokter dan RS yang tiba-tiba merasa disudutkan.
RS adalah suatu lembaga atau usaha yang padat modal dan padat karya. Kalau misalkan sampai ulah dari satu orang bisa menyebabkan RS bangkrut atau tutup hanya karena satu tuduhan yang tidak terbukti, kan disayangkan. Rumah sakit kan menanggung beberapa ratus karyawan. Kalau dokter masih bisa praktek di tempat lain, suster juga bisa. Tapi ada berapa ratus karyawan lain dan ratusan anak-anaknya. Semua punya hak.
Apa Depkes bisa memberikan sanksi kepada RS Omni terkait kasus Prita?
Nggak bisa. Sama sekali tidak bisa. Negur sih bisa, tapi beri sanksi nggak bisa. Saya tak punya tangan langsung ke RS tersebut, kecuali hak-hak etika saja. Memang unik kasus ini. Ini pelajaran bagi kita semua. Kedua-duanya tidak pada jalurnya. Mestinya harusnya mengeluh langsung ke direkturnya. Ada tempat pengaduan resmi, apalagi ini RS internasional. Pasti sangat menjaga kliennya.
Jadi harus ditaruh dalam proporsi yang betul, kekurangan layanan RS harus disampaikan pada jalur yang betul. Itu kan istilahnya preman dibales preman, dalam tanda kutip. Yang satu seolah-olah curhat, padahal akibatnya RS bisa bangkrut. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi masalah seperti ini.
(anw/nrl)
Post a Comment